Beberapa perusahaan sejenis misalnya
Bandoenghsche Electriciteit Maatschappij [BEM], yang mengelola tenaga listrik
di Kota Bandung dan memiliki pusat listrik tenaga air di Sungai Cikapundung dan
di beri nama Waterkrachtwerk Pakar aan de Tjikapoendoengnabij Dago. BEM berdiri
pada tahun 1913 tetapi pada tahun 1922 pengelolaan listrik di Kota Bandung dan
sekitarnya di ambil alih oleh Gemeenschappelijk Electrisch Bedrif Bandoeng en
Omstreken [GEBEO].
ANIEM merupakan perusahaan yang
berada di bawah NV Handelsvennootschap yang sebelumnya bernama Maintz & Co.
Perusahaan ini berkedudukan di Amsterdam dan masuk pertama kali ke Kota
Surabaya pada akhir abad ke-19 dengan mendirikan perusahaan gas yang bernama
Nederlandsche Indische Gas Maatschappij [NIGM]. Pada tahun 1909, perusahaan ini
diberi hak untuk membangun beberapa pembangkit tenaga listrik berikut sistem
distribusinya ke kota-kota besar di Jawa.
Dalam waktu yang tidak berapa
lama, ANIEM berkembang menjadi perusahaan listrik swasta terbesar di
Indonesia dan menguasai sekitar 40% dari kebutuhan listrik di dalam negeri.
ANIEM juga melakukan percepatan ekspansi seiring dengan permintaan listrik yang
tinggi. Pada 26 Agustus 1921 perusahaan ini mendapat konsesi di Banjarmasin
yang kontraknya berlaku hingga 31 Desember 1960. Pada tahun 1937 pangelolaan
listrik di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan diserahkan kepada ANIEM.
Sebagai perusahaan yang menguasal
hampir 40% kelistrikan di Indonesia, ANIEM memiliki kinerja yang cukup baik
dalam melayani kebutuhan listrik. Sebagaimana telah disebutkan di atas, ANIEM
memiliki wilayah pemasaran di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan. Untuk
melayani wilayah pemasaran yang luas ini, ANIEM menerapkan kebijakan
desentralisasi produksi dan pemasaran dengan cara membentuk anak perusahaan.
Dengan demikian maka listrik diproduksi secara sendiri-sendiri di berbagai
wilayah oleh perusahaan yang secara langsung menangani proses produksi
tersebut. Dengan demikian kinerja perusahaan menjadi amat efektif, terutama
dari segi produksi dan pemasaran.
Beberapa
perusahaan yang merupakan bagian dari ANIEM [NV. Maintz & Co] antara lain :
- NV ANIEM di Surabaya dengan
perusahaan-perusahaan di Banjarmasin, Pontianak,
Singkawang, Banyumas dan Magelang.
. - NV Oost Java Electriciteits
Maatschappij [OJEM] di Surabaya dengan perusahaan-perusahaannya di
Lumajang, Tuban dan Situbondo.
. - NV Solosche Electriciteits
Maatschappij [SEM] di Surabaya dengan perusahaan-perusahaannya di Solo,
Klaten, Sragen, Jogjakarta, Kudus dan Semarang.
. - NV Electriciteits Maatschappij
Banjoemas [EMB] di Surabaya dengan perusahaan-perusahaannya di Purwokerto,
Banyumas, Purbalingga, Sokaraja, Cilacap, Gombong, Kebumen, Wonosobo,
Maos, Kroya , Sumpyuh dan Banjarnegara.
. - NV Electriciteits Maatschappij
Rembang [EMR] di Surabaya dengan perusahaan-perusahaannya di Blora, Cepu,
Rembang, Lasem dan Bojonegoro.
. - NV Electriciteits Maatschappij
Sumatera [EMS] di Surabaya dengan perusahaan-perusahaannya di Bukit
Tinggi, Payakumbuh, Padang Panjang dan Sibolga.
. - NV Electriciteits Maatschappij Bali & Lombok [EBALOM] di Surabaya dengan perusahaan-perusahaannya di Singaraja, Denpasar, Gianyar, Tabanan, Klungkung, Ampenan, Gorontalo, Ternate,
Seandainya sejarah bisa
berandai-andai, tentu bangsa Indonesia akan dilayani oleh sistem kelistrikan
yang amat efektif dari sebuah sistem usaha peninggalan kolonial Belanda.
Sayang, kinerja yang amat baik dari ANIEM harus terputus karena pendudukan
tentara Jepang di Indonesia pada tahun 1942. Sejak pendudukan tentara Jepang,
perusahaan listrik diambil alih oleh pemerintah Jepang. Urusan kelistrikan di
seluruh Jawa kemudian ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Djawa Denki
Djigjo Kosja. Nama tersebut kemudian berubah menjadi Djawa Denki Djigjo Sja dan
menjadi cabang dari Hosjoden Kabusiki Kaisja yang berpusat di Tokyo. Djawa
Denki Djigjo Sja dibagi menjadi 3 wilayah pengelolaan yaitu Jawa Barat di beri
nama Seibu Djawa Denki Djigjo Sja yang berpusat di Jakarta, di Jawa Tengah
diberi nama Tjiobu Djawa Denki Djigjo Sja dan berpusat di Semarang, dan di Jawa
Timur diberi nama Tobu Djawa Denki Djigjo Sja yang berpusat di Surabaya.
Pengelolaan listrik oleh Djawa Denki
Djigjo Sja berlangsung sampai Jepang menyerah kepada Sekutu dan Indonesia
merdeka. Ketika Jepang menyerah kepada Sekutu, para pekerja yang bekerja di
Tobu Djawa Denki Djigjo Sja berinisiatif untuk menduduki lembaga pengelola
listrik tersebut dan mencoba mengambil alih pengelolaan. Untuk menjaga agar
listrik tidak menjadi sumber kekacauan, pada 2s Oktober 1945 pemerintah
membentuk Djawatan Listrik dan Gas Bumi yang bertugas untuk mengelola
kelistrikan di Indonesia yang baru saja merdeka. Usaha untuk mengelola
kelistrikan ternyata bukanlah pekerjaan yang mudah, di samping karena status
kepemilikan pembangkit-pembangkit yang belum jelas juga karena minimnya
pengalaman pemerintah dalam bidang kelistrikan. Sebagian besar pembangkit rusak
parah karena salah urus di masa pendidikan tentara Jepang.
0 komentar:
Posting Komentar